1.
Pendahuluan
Pembahasan tentang Ilmu pendidikan tidak
mungkin terbebaskan dari objek yang menjadi sasarannya, yaitu manusia. Dan
karena yang menjadi topik pembahasan sekarang adalah ilmu pendidikan islam,
maka secara filosofis harus mengikutsertakan objek utamanya, yaitu manusia
dalam pandangan islam.
Melihat proses kejadian manusia yang
tertuang dalam Al-qur’an ternyata semakin diperkuat oleh penemuan-penemuan
ilmiah, sehingga lebih memperkuat keyakinan manusia akan kebenaran Al-qur’an
sebagai wahyu dari Allah SWT bukan buatan Nabi Muhammad SAW. Pendidikan dalam
islam, antara lain diarahkan kepada pengembangan semangat ilmiyah untuk mencari
dan menentukan kebenaran ayat-ayat-Nya.
2.
Pembahasan
Setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang
disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak
yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan islam sebagai suatu usaha
membentuk manusia, harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua
perumusan tujuan pendidikan islam itu dihubungkan. Landasan tersebut terdiri
dari:
a. Al-Qur’an
(Nur Uhbiyati, 1998:19) Islam adalah
agama yang membawa misi agar umatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran.
Ayat Al-qur’an yang pertama kali turun adalah berkenaan di samping masalah
keimanan juga pendidikan, yakni surat al-‘Alaq ayat 1-5 yang artinya: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan
Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak dikerjakan.
Dari ayat tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa seolah-olah Tuhan berkata hendaklah manusia menyakini akan
adanya Tuhan Pencipta manusia dari segumpal darah, selanjutnya untuk memperkokoh
keyakinannya dan memelihara agar tidak luntur hendaklah melaksanakan pendidikan
dan pengajaran.
(Ali Anwar Yusuf, 2005:90) Al-qur’an
adalah mukjizat besar sepanjang masa. Keindahan bahasa dan susunan katanya
tidak dapat ditemui di dalam buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasanya luhur,
tetapi mudah dimengerti. Itulah ciri gaya bahasa Al-qur’an. Gaya bahasa itu
pula yang telah menggetarkan hati Umat bin Khatab, ia masuk islam setelah
mendengar Al-qur’an awal surat Thaha yang
dibaca oleh adiknya. Hati abu Jahal, musuh besar Rasulullah SAW pun luluh dan
mengurungkan niatnya untuk membunuh Nabi setelah mendengar surat ad-dhuha yang dibaca oleh beliau.
Sebagai mu’jizat Al-qur’an telah menjadi
salah satu sebab masuknya orang-orang Arab pada zaman Rasulullah SAW ke dalam
islam. Ia juga menjadi sebab penting bagi masuknya orang-orang penting
sekarang, dan insya Allah bagi masa yang akan datang. Ayat-ayat yang
berhubungan dengan ilmu meyakinkan kita bahwa Al-qur’an adalah firman-firman
Allah, ia tidak mungkin ciptaan manusia, apalagi ciptaan Nabi Muhammad ang
ummi.
(Zakiah Daradjat, 2004:19) Al-qur’an
ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh malaikat jibril kepada
Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan
untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung
dalam Al-qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan
dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal
yang disebut syari’at.
Pendidikan,
karena termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk pembentuk manusia, termasuk
ke dalam ruang lingkup mu’amalah pendidikan sangat penting karena ia ikut
menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun
masyarakat.
Di
dalam Al-qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan
dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah
Lukman mengajari anaknya dalam surat Lukman ayat 12 s/d 19. Cerita itu
menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak,
ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan. Ayat ini menceritakan tujuan hidup dan
tentang nilai sesuatu kegiatan dan amal shaleh. Itu berarti bahwa kegiatan
pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan
islam harus menggunakan Al-qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan
berbagai teori tentang pendidikan islam. Dengan kata lain, pendidikan islam harus
berlandaskan ayat-ayat Al-qur’an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan
ijtihad di sesuaikan dengan perubahan
dan pembaharuan.
(Ali Anwar Yusuf,2005:147)
Sebagaimana yang telah dipahami, Al-qur’an yang menjadi sumber dan rujukan
utama bagi umat islam memiliki muatan ilmu yang sangat luas. Muatannya tidak
sekadar membahas ilmu-ilmu yang berkaitan dengan amaliah-ritual, tetapi ilmu
lain yang nilai manfaatnya sangat besar bagi kehidupan manusia. Jadi, islam
berkaitan erat dengan disiplin ilmu tertentu
b. As-sunnah (Hadis)
(Ali Anwar Yusuf, 2005:105) secara
etimologis, hadis mengandung arti baru, dekat, berita. Dalam tradisi hukum
islam hadis berarti segala perbuatan, perkataan, dan keizinan Nabi Muhammad
SAW. Pengertian hadits seperti di atas identik dengan sunnah yang secara
etimologis bermakna jalan atau tradisi. Sedangkan
secara terminologi As-sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan
Rasulullah SAW.
Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah
kejadian atau perbuatan orang yang lain yang diketahui oleh Rasulullah dan
beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan
sumber ajaran kedua sesudah Al-qur’an. Seperti Al-qur’an, sunnah juga berisi
aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi petunjuk untuk kemashlahatan hidup manusia
dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim
yang bertaqwa. Untuk itu Rasulullah menjadi guru dan pendidik utama. Beliau
sendiri mendidik, pertama dengan menggunkan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam,
kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga
dengan mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk islam. Semua itu
adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat islam.
Oleh karena itu sunnah merupakan
landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu
membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya, mengapa ijtihad
perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah yang berkaitan dengan
pendidikan.
c. Ijtihad
(Ali Anwar Yusuf, 2005:108) Secara
bahasa, ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu.
Pencurahan yang dimaksud adalah dengan akal sekuat mungkin untuk menemukan
sesuatu keputusan hukum tertentu yang tidak diterapkan secara eksplisit oleh
Al-qur’an dan As-sunnah. Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Abdullah bin
Mas’ud:
“Berhukumlah
engkau dengan Al-qur’an dan As-sunnah, apabila sesuatu persoalan itu engkau
temukan pada dua sumber tersebut. Tetapi, apabila engkau tidak menemukan pada
dua sumber itu, berijtihadlah. Juga beliau pernah berkata kepada Ali bin Abi
Thalib: apabila engkau berijtihad dan ijtihadmu betul, engkau mendapatkan dua
pahala. Tetapi, apabila ijtihadmu salah, engkau hanya mendapatkan satu pahala”.
Ijtihad secara istilah adalah berpikir
dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat islam untuk
menetapkan sesuatu hukum syari’at islam dalam hal-hal yang ternyata belum
ditegaskan hukumnya dalam AL-qur’an dan As-sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat
saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap
berpedoman pada Al-qur’an dan As-sunnah. Namun demikian, ijtihad harus
mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid tidak boleh bertentangan
dengan isi Al-Qur’an dan Sunnah tersebut. Karena itu ijtihad dipandang sebagai
salah satu sumber hukum islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah
Rasul wafat. Sasaran ijtihad adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam
kehidupan, yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan
perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin urgen dan mendesak, tidak
saja di bidang materi atau isi, melainkan juga di bidang sistem dalam artinya
yang luas.
(Abdul Majid dkk, 2005:133) Pelaksanaan pendidikan islam harus memiliki
dasar-dasar yang kuat. Dasar tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
a)
Segi
Yuridis
(a) Dasar
ideal, yaitu dasar falsafah Negara pancasila, sila pertama “Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
(b) Dasar
struktural, yaitu UUD’45 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ayat 2 yang berbunyi: “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu…”
(c) Dasar
operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973 yang kemudian
dikokohkan dalam Tap MPR No. IV/MPR/1978. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983,
diperkuat oleh Tap MPR No. II/MPR/1988 dan Tap MPR No.II/MPR/1993 tentang
garis-garis besar haluan Negara.
b)
Segi
Religius
Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar
yang bersumber dari ajaran islam (Al-qur’an dan As-sunnah). Menurut ajaran
islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah
kepada-Nya. Dalam Al-qur’an banyak ayat yang menunjukan perintah tersebut,
antara lain:
(a) QS.
an-Nahl ayat 125: ”Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik”
(b)
QS. al-Imran
ayat 104: “Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar”
(c)
Al-Hadits:
“Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walaupun hanya sedikit”.
c)
Segi
Psikologi
Psikologi yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek
kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya,
manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada
hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan
adanya pegangan hidup. Semua manusia di dunia ini membutuhkan adanya pegangan
hidup yang disebut agama. Mereka merasakan dalam jiwanya ada suatu perasaan
yang mengakui adanya Zat yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat
mereka memohon pertolongan. Berdasarkan uraian di atas dijelaskan bahwa untuk
membuat hati tenang dan tentram ialah dengan jalan mendekatkan diri kepada
Tuhan. Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam surat Ar-Ra’ad ayat 28 yang
artinya “…Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati akan menjadi tentram”.
3.
Kesimpulan
Asas- asas Ilmu Pendidikan Islam itu
terdiri dari:
1)
Al-qur’an ialah
firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh malaikat jibril kepada Nabi
Muhammad SAW.
2)
As-sunah ialah
perkataan, perbuatan ataupun ketetapan Rasulullah SAW.
3)
Ijtihad ialah
berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat
islam untuk menetapkan sesuatu hukum syari’at islam dalam hal-hal yang ternyata
belum ditegaskan hukumnya dalam Al-qur’an dan As-sunnah.
4)
UUD 1945 pasal
29 ayat 1 dan 2, GBHN Tahun 1993, UU No. 2 Tahun 1989 pasal 11 ayat 1.
4.
Daftar
Pustaka
Majid, Abdul, dkk. 2005. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Anwar, Ali. 2005. Afeksi Islam. Bandung: Tafakur
Djarajat, Zakiah. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Uhbiyati, Nur. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV.
Pustaka Setia.
Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar