Sabtu, 19 Januari 2013

HAKIKAT KASIH, CINTA DAN RINDU



Masa yang berlalu jangan kau tangisi. Biarlah ia menjadi lipatan sejarah. Masa yang akan datang jangan rasa kita yang punya.Bukankah ketetapan itu ketentuan Allah? Dia yang menjadikanmu, Dia jugalah yang berhak mengatur hidupmu. Usahlah kau meminta suatu yang belum dirancang untukmu. Ketetapan itu pasti berlaku, tidak ke depan dan tidak ke belakang walau satu detik sekalipun. Mengapa perlu meminta suatu yang belum terjadi. Apakah sudah lupa pada janji?

"Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk ALLAH, Tuhan sekelian alam "  Al-An`am:162

Sesuatu yang terlintas di akal fikiranmu, gerak itu ilham Tuhanmu. Ia mungkin berlaku dan mungkin juga tidak berlaku. Bukan semestinya setiap lintasan itu engkau layan. Timbanglah  dengan rasionalmu. Kau akan diuji. Ujian yang bermacam-macam; ada yang zahir dan juga batin. Dalam menghadapi ujian zahir, ramai yang tahan, pun begitu apabila berhadapan dengan ujian batin, ramai yang tergelincir dan kecundang. Ingatlah, jalan menuju ke tempat abadi punya seribu satu ranjau yang menghalang. Jalan itu terlalu sukar,sulit, letih, payah, susah dan menakutkan. Jalan ini jalan kepapaan, kemiskinan keperitan hidup tapi di hujung sana Allah menantimu dengan 'tangan terbuka'.

Hidayatullah.com - Berwibawa di Hadapan Makhluk

إِذَا خَافَ اللَّهَ العَبْدُ أَخَافَ اللَّهُ مِنْهُ كُلَّ شَيْءٍ وَإِذَا لَمْ يَخَف العَبْدُ اللَّهَ أَخَافَ اللَّهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ – العقيلي

Artinya: Jika seorang hamba takut kepada Allah, maka Allah menjadikan segala sesuatu takut kepadanya. Dan jika seorang hamba tidak takut kepada Allah, maka Allah menjadikan ia takut kepada segala sesuatu. (Riwayat Al Uqailiy)

Al Hafidz Al Ghumariy menyatakan bahwa Al Hafidz As Sakhawiy menyebutkan syawahid yang menguatkan hadits ini (lihat, Al Mudawiy, 1/344). Sebagaimana Al Ajluniy juga menyebutkan hadits serupa yang diriwayatkan oleh Abu As Syaikh, Ad Dailamiy serta Al Qadha’iy,”Sebagian darinya menguatkan yang lainnya” (lihat, Kasyf Al Khafa, 2/326). Hal ini menujukkan bahwa hadits ini hasan.

Dari hadits di atas bisa disimpulkan bahwa kewibawaan seseorang di hadapan makhluk Allah lainnya bergantung kepada kadar takutnya kepada Allah, sebagaimana yang disampaikan oleh Yahya bin Mu’adz Ar Razi,”Sesuai dengan kadar takutmu kepada Allah, makhluk segan kepadamu” (lihat, Kasyf Al Khafa, 2/326).

Berkenaan dengan hadits ini, Al Munawiy mengkisahkan bahwa salah satu dari syeikh beliau telah membuktikan kebenarannya. Beliau tidak takut sama sekali terhadap binatang buas. Bahkan pernah suatu malam syeikh beliau itu terpaksa menginap di bangunan untuk makam yang jauh dari pendunduk. Di malam harinya dua ular besar datang mendekat dan mengelilingi beliau, hal itu berlangsung hingga pagi hari dan sang syeikh pun menyampaikan,”Perasaanku tidak berubah karena dominasi rasa yaqin dan tawakkal” (Faidh Al Qadir, 1/427).


Hidayatullah.com - Berwibawa di Hadapan Makhluk

Hidayatullah.com - Nabi pun Bercanda

:قال رسول الله صلى الله عليه و سلم

إِنِّي لَأَمْزَحُ وَلَا أَقُوْلُ إِلَّا حَقًّا

(الطبراني)


Artinya: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam terlah bersabda:”Sesungguhnya aku benar-benar bercanda dan aku tidak mengatakan kecuali dengan perkataan yang haq” (At Thabarani, dengan sanad hasan menurut Al Hafidz Al Haitsami)

Dari hadits di atas Imam Al Munawi menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga bercanda meski beliau seorang rasul Allah, hingga Ibnu Uyaiman berpendapat bahwa bercanda merupakan bagian dari sunnah. Sedangkan canda Rasulullah sendiri tidak ada unsur bathil dan berlebihan.

Diantara canda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam termasuk perkataan beliau terhadap seorang wanita,”Suamimu yang ada warna putih di matanya”, juga perkataan beliau kepada seorang wanita tua,”Tidak masuk surga orang yang tua”, serta pernyataan kepada yang lain,”Kami benar-benar mengangkutmu di atas anak onta”.

Imam Al Mawardi sendiri menjelaskan bahwa bercanda sendiri memiliki dampak positif, yakni untuk mengakrabkan pertemanan dan menghibur lawan berbicara, dan ini tidak terwujud kecuali dengan perkataan yang baik dan tidak berlebihan. Sedangkan bercanda secara berlebihan akan menghilangkan wibawa, sebagaimana disampaikan oleh Raghib Al Asfahani.

Meski dianjurkan bercanda namun Ibnu Arabi menjelaskan bahwa menjadikan dien sebagai bahan gurauan adalah perkara yang dilarang karena itu bentuk dari kebodohan, sebagaimana yang dikabarkan Allah Ta’ala yang artinya,”Seungguhnya Allah telah memerintahkan kalian untuk menyembelih sapi betina. Mereka pun mengatakan,’Apakah engkau menjadikan kami sebagai ejekan?’ Berkatalah Ia (Musa Alaihissalam),’Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk golongan orang-orang yang bodoh’”. (Al Baqarah: 67) (lihat, Faidh Al Qadir, 3/18,19
Hidayatullah.com - Nabi pun Bercanda