Oleh
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy
Bagian Pertama dari Enam
Tulisan
Pendahuluan.
Segala puji bagi Allah yang hanya milikNya puji-pujian
seluruhnya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan Yang Haq untuk disembah kecuali Allah
semata, tiada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhamamad adalah hamba dan
RasulNya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan shalawat dan salamNya kepada
beliau, keluarga dan para sahabat beliau.
Ketentraman dan ketenangan hati
serta hilangnya keresahan dan kesedihan adalah tujuan setiap manusia. Dengan itu
kehidupan bahagia menjadi realita dan kesenangan serta kegembiraan yang
sebenarnya pun terwujud.
Hal ini tergapai lantaran tiga sarana.
[a]
Sarana melalui pembenahan dan kehidupan religi.
[b] Sarana yang bersifat
alami, dan
[c] Sarana praktis yang dijalani dengan kesungguhan.
Ketiga
sarana ini hanyalah mungkin dimiliki para mu’min. Sedangkan selain mereka,
kalaupun tergapai oleh mereka satu sisi kebahagian dan karena suatu sarana yang
diupayakan keras oleh orang-orang bijak dikalangan mereka, tidaklah dapat
tergapai oleh mereka sisi-sisi lain yang lebih tinggi manfaatnya, lebih mantap
dan lebih bagus nilainya, baik yang dirasakan secara langsung di dunia ataupun
kelak di Hari Kemudian.
Melalui buku kecil ini, Penulis akan memaparkan,
sebatas ingatan penulis, beberapa sarana untuk mengayuh tujuan luhur ini, yang
setiap orang berupaya untuk meraihnya.
Sebagai manusia ada yang beruntung
meraih banyak dari sarana-sarana itu. Dengan itu ia hidup dan menjalani
kehidupan dengan bahagia. Sebagian yang lain gagal meraih apapun. Karenanya, ia
hidup dan menjalani kehidupan dengan sengsara. Sedang sebagian yang lain lagi
tidak begini dan tidak begitu. Mereka hanya meraih sebatas yang dapat mereka
raih.
Hanya Allah jua Pengarunia taufiq. KepadaNya kita memohon
pertolongan dalam meraih segala kebaikan dan menangkis semua
keburukan.
[1] BERIMAN DAN BERAMAL SHALIH DENGAN
SEBENARNYA
Sarana yang paling agung yang merupakan sarana pokok dan dasar
bagi tergapainya hidup bahagia ialah : beriman dan beramal shalih. Allah Azza wa
Jalla berfirman:
"Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih[1],
baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia beriman, maka sesungguhnya akan
Kami karuniakan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
lakukan." [An-Nahl: 97]
Kepada orang yang memadukan antara iman dan amal
shalih, Allah Ta’ala memberitahukan dan menjanjikan kehidupan yang baik di dunia
dan pahala yang baik di dunia dan akhirat.
Sebabnya jelas. Karena,
orang-orang yang beriman kepada Allah dengan iman yang benar lagi membuahkan
amal shalih yang mampu memperbaiki hati, akhlak, urusan duniawi dan ukhrawi,
mereka memiliki prinsip-prinsip mendasar dalam menyambut datangnya kesenangan
dan kegembiraan, ataupun datangnya keguncangan, kegundahan dan
kesedihan.
Mereka menyambut segala hal yang menyenangkan dan
menggembirakan dengan menerima, mensyukurinya dan mempergunakannya untuk seeuatu
yang bermanfaat. Jika mereka menggunakannya demikian, maka niscaya hal itu akan
melahirkan nilai-nilai agung di balik kegembiraan karenanya, pendambaan
kelanggengan dan keberkahannya, dan keberharapan pahala seperti pahala yang
diperoleh para hamba yang bersyukur. Nilai-nilai itu, dengan setumpuk buah dan
keberkahannya, justru mengungguli wujud kegembiraan-kegembiraan itu, yang itupun
bagian dari buahnya.
Mereka hadapi cobaan, mara bahaya, kegundahan dan
kesedihan dengan melawan apa yang mungkin dilawannya, menepis sedikit apa yang
mungkin ditepis, dan bersabar terhadap apa yang harus terjadi tidak boleh tidak.
Dengan demikian, dibalik cobaan cobaan itu lahirlah nilai-nilai agung berupa
sikap melawan yang penuh arti, pengalaman dan kekuatan serta kesabaran dan
ketulusan untuk hanya berharap pahala Ilahi. Dengan meletakkannya nilai-nilai
agung itu di hati, kecillah di mata mereka aneka cobaan berat. Sedangkan yang
bersemayam di hati justeru kesenangan, cita-cita mulia dan dambaan untuk
menggapai karunia dan pahala dari Allah.
Dalam hadits shahih, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan ini, beliau
bersabda.
“Artinya : Sunnguh mengagumkan perihal mu’min. Semua hal yang
dialaminya adalah baik. Jika ia mendapat hal yang menyenangkan, ia bersyukur.
Maka hal itu menjadi suatu kebaikan baginya. Jika ia tertimpa hal yang
menyakitkan, ia bersabar. Maka hal itu menjadi suatu kebaikan baginya. Sifat itu
tidak dimiliki siapapun kecuali oleh seorang mu’min” [Imam Ahmad bin Hanbal,
Al-Fathur Rabbani Lil Tartibi Musnadil Imam Ahmadabni Hanbal AS-Syaibani, Kitab
Al-Qadar. Muslim, Shahih Muslim, Kitan Az-Zuhud Wa Ar-Raqaiq]
Rasulullah
menerangkan bahwa keberuntungan, nilai kebaikan dan buah prilaku mu’min berlipat
ganda pada saat mengalami kesenangan ataupun cobaan. Oleh sebab itu, bisa jadi
anda jumpai dua orang yang sama-sama mengalami ujian berupa keberuntungan dan
bencana. Namun, antara satu dan yang lain berbeda jauh dalam menghadapi ujian
itu, sesuai dengan kadar iman dan amal shalih yang ada pada diri
masing-masing.
Orang yang beriman dan melakukan amal shalih menghadapi
keberuntungan dengan rasa syukur dan sikap prilaku yang membuktikan kesungguhan
syukur itu, dan menghadapi bencana dengan bersabar dan bersikap prilaku yang
membuktikan kesungguhan kesabaran itu. Dengan demikian, hal itu dapat membuahkan
di hatinya kesenangan kegembiraan dan hilangnya kegundahan, kesedihan,
kegelisahan, kesempitan dada dan kesengsaraan hidup. Selanjutnya, kehidupan
bahagia akan benar-benar menjadi realita baginya di dunia ini.
Sedangkan
yang lain menghadapi kesenangan hidup dengan kcongkakan, kesombongan dan sikap
melampui batas. Lalu, melencenglah moralnya. Ia menyambut kesenangan hidup
seperti halnya binatang yang menyambut kesenangan dengan serakah dan rakus.
Seiring itu, hatinya tidak tenteram. Bahkan, hatinya bercerai berai oleh
berbagai hal. Hatinya bercerai-berai oleh kekhawatirannya terhadap sirnanya
segala kesenangan dan banyaknya benturan-benturan yang pada umumnya, muncul
sebagai dampaknya. Harinya bercerai berai tak menentu, karena memang hasrat jiwa
tidak mau berhenti pada suatu batas. Bahkan, terus gandrung kepada
keinginan-keinginan lain, yang kadangkala dapat terwujud dan kadangkala tidak
dapat terwujud.
Andaikan di bayangkan dapat terwujud, ia pun tetap
gelisah oleh hal-hal tadi. Ia pun menyambut cobaan yang sulit dengan rasa
gelisah, keluh kesah, khawatir dan gusar. Tidak usah anda bertanya tentang
dampak buruk dari itu semua, yang berupa kesengsaraan hidup, teridapnya penyakit
jiwa maupun syaraf dan rasa kekhawatiran bercampur ketakutan yang bisa jadi,
pada gilirannya akan menyeret ke kondisi yang paling buruk dan malapetaka yang
paling mengerikan. Karena ia tidak mempunyai harapan pada pahala Ilahi dan tidak
memiliki kesabaran yang mampu melipur hatinya dan meringankan beban yang
dirasakannya.
Semua itu dapat dilihat melalui pengalaman.
Satu
gambaran : Jika anda mengamati dan menilai keadaan orang pada umumnya dengan
barometer iman dan amal shaleh, maka anda akan melihat perbedaan jauh antara
orang mu’min yang berbuat sesuai tuntunan imannya dan yang tidak demikian. Hal
itu karena Islam sangat menganjurkan qana’ah (menerima dengan penuh kerelaan)
terhadap rezki dari Allah dan terhadap ragam karunia dan kemurahanNya yang
diberikanNya kepada para hambaNya.
Orang mu’min jika diuji dengan
datangnya penyakit atau kefakiran atau semacamnya –yang setiap orang bisa
menjadi sasaran cobaan itu-, maka dengan iman dan jiwa qana’ah serta ridha
terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya, anda dapati ia berhati sejuk dan
bermata ceria, tidak menuntut sesuatu yang tidak ditakdirkan untuknya. Di segi
materi, ia memandang kepada yang lebih rendah, tidak memandang kepada yang lebih
atas. Bisa jadi, kegembiraan, kesenangan dan ketentraman batinnya melebihi orang
yang meraih semua keinginan duniawi, jika orang itu tidak dikarunianya jiwa
qanaah.
Kemudian, anda dapati orang yang tidak berbuat sesuai dengan
tuntunan iman, jik ia diuji dengan sedikit kefakiran saja, atau tidak
diperolehnya keinginan-keinginan duniawinya, maka anda dapati ia sangat hancur
dan sengsara.
Gambaran lain : Jika terjadi pada seseorang hal-hal yang
menakutkan dan ia tertimpa malapetaka dan bencana, maka orang yang benar imannya
akan anda dapati ia berhati teguh, berjiwa tenteram lagi tegar menangani dan
menyetir sesuatu yang menimpanya dengan pikiran, ucapan dan tindakan yang
dimampuinya. Ia kukuhkan jiwanya untuk menghadapi bencana yang menimpa itu.
Sikap semacam ini adalah sikap yang menentramkan dan mengukukuhkan hati
seseorang.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki iman, jika terjadi
peristiwa-peristiwa yang menakutkan, anda dapati ia guncang hatinya dalam
menghadapinya, syaraf-syaraf tegang, dan pikirannya tercerai-berai. Rasa
kekhawatiran dan ketakutan merasuk jiwanya. Rasa ketakutan dari ancaman luar dan
seribu gejolak di dalam telah tertumpuk menyatu dalam dirinya, yang tidak
mungkin digambarkan. Manusia semacam ini, jika tidak memiliki beberapa sarana
terapi alami yang hal itu membutuhkan latihan banyak, maka ketahanan dirinya
akan luluh dan syaraf-syarafnya pun akan tegang. Itu semua karena ia tidak
memiliki iman yang dapat membawanya untuk bersabar, terutama dalam situasi sulit
dan kondisi yang menyedihkan lagi mengguncang.
Orang baik dan orang
jahat, orang mu’min dan orang kafir adalah sama di sisi keberanian yang
diperoleh melalui upaya atau latihan dan sisi naluri (insting) yang berfungsi
melipur dan menurunkan volume rasa takut. Akan tetapi, orang mu’min, dengan
kekuatan imannya, kesabarannya, kepasrahan dan kebersandarannya kepada Allah
serta keberharapannya pada pahalaNya, ia unggul dengan memiliki nilai-nilai
lebih yang meningkatkan keberaniannya, meringankan tekanan rasa takutnya dan
membuatnya memandang kecil segala kesulitan yang dihadapinya Allah
berfirman.
“Artinya : Jika kamu menderita kesakitan, sesungguhnya
merekapun menderita kesakitan (pula) sebagaimana apa yang kamu derita. Sedangkan
kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan” [2] [An-Nisaa :
104]
Para mum’min danugrahi ma’unah (pertolongan), ma’iyyah (rasa
Kebersamaan) dan madad (bantuan) Allah yang khusus, yang dapat menyirnakan
segala ketakutan.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan bersabarlah,
sesungguhnya Allah bersama [3] orang-orang yang bersabar” [Al-Anfal :
46]
[2] BERPRILAKU BAIK MELALUI UCAPAN, PERBUATAN DAN SEGALA BENTUK
AL-MA’RUF.
Diantara sarana untuk menghilangkan kegundahan, kesedihan dan
kegelisahan adalah : Berprilaku baik kepada orang lain melalui ucapan, perbuatan
dan segala bentuk al-ma’ruf (kebajikan). Semua itu adalah kebaikan untuk diri
dan tindak kebajikan untuk orang lain. Lantaran kebajikan itu dan sesuai dengan
kadar kebajikan itu jua, Allah menangkis segala kegundahan dan kesedihan, baik
untuk orang yang berprilaku baik atau untuk orang yang jahat. Hanya saja, yang
diperoleh orang mu’min lebih sempurna. Ia unggul karena kebaikannya timbul dari
keikhlasan dan keberharapan hanya pada pahala Allah. Karena ia mengharapkan yang
baik, maka Allah memudahkan baginya berprilaku baik. Dan, karena ikhlas dan
hanya mengaharap pahala dari Allah, maka Allah menangkis untuknya segala cobaan
berat. Allah berfirman.
“Artinya : Tidak ada kebaikan pada kebanyakan
pembicaraan-pembicaraan antara mereka, kecuali pembicaraan orang yang menyuruh
(manusia) bersedekah, atau melakukan kebajikan, atau mengadakan perdamaian di
antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan
Allah, maka kelak Kami mengaruniakan kepadanya pahala yang besar” [An-Nisaa :
114]
Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan, bahwa itu semua adalah suatu
kebaikan yang timbul dari pelakunya. Sedangkan suatu kebaikan akan menghasilkan
kebaikan dan menangkis keburukan. Dan bahwasanya orang mu’min yang hanya
berharap pahala Allah akan dianugrahi olehNya pahala yang agung. Termasuk pahala
agung itu adalah hilangnya kegundahan, kesedihan, keruwetan hati dan
semacamnya.
[3] MENYIBUKKAN DIRI DENGAN MELAKUKAN SUATU PEKERJAAN ATAU MENGKAJI SUATU ILMU
YANG BERMANFAAT
Diantara sarana untuk menangkis kegelisahan yang
ditimbulkan oleh ketegangan saraf dan kekalutan hati karena beberapa hal yang
mengeruhkan pikiran adalah : Menyibukkan diri dengan melakukan suatu perkejaan
atau mengkaji suatu ilmu yang bermanfaat.
Hal ini dapat membuat hati
melupakan kekalutan dengan melupakan hal-hal yang mengguncangkannya itu. Bisa
jadi ia, karenanya, dapat melupakan beberapa penyebab yang telah membuatnya
gundah dan sedih. Dengan demikian jiwanya senang dan kesemangatannya tumbuh dan
bertambah. Sarana ini pun bagi mu’min dan selain mu’min adalah sama. Hanya saja,
orang mum’min berbeda dan unggul karena iman, keikhlasan dan keberharapannya
kepada pahala Ilahi melalui ilmu yang dipelajari dan diajarkannya dan melalui
perbuatan baik yang dikerjakannya. Jika perkerjaan itu berupa ibadah, maka ia
melakukannya dengan semestinya sebagai ibadah. Jika pekerjaan itu berupa
kesibukan kerja dalam urusan duniawi atau aktivitas keseharian yang bersifat
duniawi, maka ia sisipkan pada pekerjaan itu niat yang benar dan tujuan agar
pekerjaan itu menjadi penolong baginya untuk melakukan ketaatan kepada Allah.
Hal ini memiliki pengaruh yang efektif untuk menangkis kegundahan, kesedihan dan
kesusahan.
Berapa banyak orang yang terkena keguncangan dan kekalutan
batin, lalu terjangkiti berbagai penyakit. Ternyata terapinya yang manjur adalah
‘melupakan penyebab yang membuat jiwanya kalut dan guncang, dan menyibukkan diri
dengan suatu pekerjaan dari berbagai tugasnya’. Seyogianya kesibukan yang
ditanganinya itu adalah hal-hal yang disenangi dan digandrungi jiwa. Karena, hal
itu lebih mengacu untuk terwujudnya tujuan yang bermanfaat itu. Wallahu
A’lam.
[4] KONSENTRASI UNTUK MENGHADAPI HARI INI
Diantara
saran yang dapat menangkis kesedihan dan keguncangan hati adalah terputusnya
pikiran sepenuhnya untuk memberikan perhatian kepada pekerjaan hari ini yang
sedang dihadapinya dan menghentikan pikiran dari menoleh jauh ke waktu mendatang
dari kesedihan menengok masa lampau.
Karenanya, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari al-hamm (kegundahan) dan al-huzn
(kesedihan) [1]. Al-huzn adalah kesedihan terhadap perkara-perkara yang telah
lampau yang tidak mungkin diputar ulang ataupun di ralat. Sedangkan al-hamm :
adalah kegundahan yang terjadi disebabkan oleh rasa takut dan khawatir terhadap
sesuatu yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Jadi, hendaknya seorang
hamba itu menjadi ‘putera harinya’ yakni ; menjadi manusia terbaik dalam
menyongsong harinya yang sedang dihadapinya dan sekaligus mampu
mengkonsentrasikan keseriusan dan kesungguhannya untuk memperbaiki hari dan
detik yang sedang dihadapinya itu. Karena, pemusatan hati untuk berbuat demikian
akan menuntutnya untuk mengoptimalkan pekerjaan, dan iapun dapat terhibur
dengannya dari kegundahan dan kesedihan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memanjatkan do’a atau mengajari umatnya untuk mengamalkan suatu do’a,
beliau menganjurkan –seiring memohon dan mengharap pertolongan dan karunia
Allah- agar mereka serius dan sungguh-sungguh dalam melakukan apa yang menjadi
sebab terwujudnya harapannya itu dan menghindari apa yang menjadi sebab
terhalangnya. Karena, do’a itu bergandeng dengan perbuatan.
Maka seorang
hamba harus bersungguh-sungguh untuk meraih apa yang bermanfaat baginya dalam
kehidupan religinya ataupun duniawinya dan memohon kepada Allah keberhasilan
maksud dan tujuannya, seiring memohon pertolongan kepadaNya untuk itu,
sebagaimana apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
“Artinya : Berupaya keraslah untuk mencapai apa yang bermanfaat
bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah serta janganlah kamu lemah. Jika
kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu berkata : Andaikan aku berbuat demikian
tentu akan terjadi demikian dan demikian. Akan tetapi katakanlah : Allah telah
mentaqdirkan (ini). Allah melakukan apa yang dikehendakiNya. Karena, kata
“andaikan” membukakan pintu perbuatan syetan” [Hadits Riwayat Muslim dalam
shahihnya]
Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memadukan antara dua hal. Yaitu antara perintah berupaya keras untuk mencapai
hal-hal yang bermanfaat dalam berbagai kondisi, seiring memohon pertolongan
kepada Allah serta tidak tunduk mengalah kepada sikap lemah, yang ia adalah
sikap malas yang membahayakan, dan antara sikap pasrah kepada Allah dalam
hal-hal yang telah lampau dan telah terjadi seiring meniti dengan mata hati
terhadap qadha’ dan taqdir Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam membagi segala kejadian dua bagian :
Bagian pertama : Adalah hal
yang dimungkinkan seorang hamba berupaya meraihnya atau meraih yang mungkin
darinya, atau hal dimungkinkan ia menangkisnya atau meringankannya. Disini
seorang hamba harus memunculkan daya upaya seiring memohon pertolongan kepada
Allah, sesembahannya. Sedangkan.
Bagian kedua : Adalah hal yang tidak
dimungkinkan ia melakukan itu semua. Di sini seorang hamba harus tenang, ridha
dan pasrah.
Tidak diragukan, bahwa berpedoman kepada prinsip ini dengan
baik adalah merupakan sarana menuju kesenangan hati dan hilangnya kegelisahan
maupun kegundahan.
[3] MENYIBUKKAN DIRI DENGAN MELAKUKAN SUATU PEKERJAAN ATAU MENGKAJI SUATU ILMU
YANG BERMANFAAT
Diantara sarana untuk menangkis kegelisahan yang
ditimbulkan oleh ketegangan saraf dan kekalutan hati karena beberapa hal yang
mengeruhkan pikiran adalah : Menyibukkan diri dengan melakukan suatu perkejaan
atau mengkaji suatu ilmu yang bermanfaat.
Hal ini dapat membuat hati
melupakan kekalutan dengan melupakan hal-hal yang mengguncangkannya itu. Bisa
jadi ia, karenanya, dapat melupakan beberapa penyebab yang telah membuatnya
gundah dan sedih. Dengan demikian jiwanya senang dan kesemangatannya tumbuh dan
bertambah. Sarana ini pun bagi mu’min dan selain mu’min adalah sama. Hanya saja,
orang mum’min berbeda dan unggul karena iman, keikhlasan dan keberharapannya
kepada pahala Ilahi melalui ilmu yang dipelajari dan diajarkannya dan melalui
perbuatan baik yang dikerjakannya. Jika perkerjaan itu berupa ibadah, maka ia
melakukannya dengan semestinya sebagai ibadah. Jika pekerjaan itu berupa
kesibukan kerja dalam urusan duniawi atau aktivitas keseharian yang bersifat
duniawi, maka ia sisipkan pada pekerjaan itu niat yang benar dan tujuan agar
pekerjaan itu menjadi penolong baginya untuk melakukan ketaatan kepada Allah.
Hal ini memiliki pengaruh yang efektif untuk menangkis kegundahan, kesedihan dan
kesusahan.
Berapa banyak orang yang terkena keguncangan dan kekalutan
batin, lalu terjangkiti berbagai penyakit. Ternyata terapinya yang manjur adalah
‘melupakan penyebab yang membuat jiwanya kalut dan guncang, dan menyibukkan diri
dengan suatu pekerjaan dari berbagai tugasnya’. Seyogianya kesibukan yang
ditanganinya itu adalah hal-hal yang disenangi dan digandrungi jiwa. Karena, hal
itu lebih mengacu untuk terwujudnya tujuan yang bermanfaat itu. Wallahu
A’lam.
[4] KONSENTRASI UNTUK MENGHADAPI HARI INI
Diantara
saran yang dapat menangkis kesedihan dan keguncangan hati adalah terputusnya
pikiran sepenuhnya untuk memberikan perhatian kepada pekerjaan hari ini yang
sedang dihadapinya dan menghentikan pikiran dari menoleh jauh ke waktu mendatang
dari kesedihan menengok masa lampau.
Karenanya, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari al-hamm (kegundahan) dan al-huzn
(kesedihan) [1]. Al-huzn adalah kesedihan terhadap perkara-perkara yang telah
lampau yang tidak mungkin diputar ulang ataupun di ralat. Sedangkan al-hamm :
adalah kegundahan yang terjadi disebabkan oleh rasa takut dan khawatir terhadap
sesuatu yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Jadi, hendaknya seorang
hamba itu menjadi ‘putera harinya’ yakni ; menjadi manusia terbaik dalam
menyongsong harinya yang sedang dihadapinya dan sekaligus mampu
mengkonsentrasikan keseriusan dan kesungguhannya untuk memperbaiki hari dan
detik yang sedang dihadapinya itu. Karena, pemusatan hati untuk berbuat demikian
akan menuntutnya untuk mengoptimalkan pekerjaan, dan iapun dapat terhibur
dengannya dari kegundahan dan kesedihan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memanjatkan do’a atau mengajari umatnya untuk mengamalkan suatu do’a,
beliau menganjurkan –seiring memohon dan mengharap pertolongan dan karunia
Allah- agar mereka serius dan sungguh-sungguh dalam melakukan apa yang menjadi
sebab terwujudnya harapannya itu dan menghindari apa yang menjadi sebab
terhalangnya. Karena, do’a itu bergandeng dengan perbuatan.
Maka seorang
hamba harus bersungguh-sungguh untuk meraih apa yang bermanfaat baginya dalam
kehidupan religinya ataupun duniawinya dan memohon kepada Allah keberhasilan
maksud dan tujuannya, seiring memohon pertolongan kepadaNya untuk itu,
sebagaimana apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
“Artinya : Berupaya keraslah untuk mencapai apa yang bermanfaat
bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah serta janganlah kamu lemah. Jika
kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu berkata : Andaikan aku berbuat demikian
tentu akan terjadi demikian dan demikian. Akan tetapi katakanlah : Allah telah
mentaqdirkan (ini). Allah melakukan apa yang dikehendakiNya. Karena, kata
“andaikan” membukakan pintu perbuatan syetan” [Hadits Riwayat Muslim dalam
shahihnya]
Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memadukan antara dua hal. Yaitu antara perintah berupaya keras untuk mencapai
hal-hal yang bermanfaat dalam berbagai kondisi, seiring memohon pertolongan
kepada Allah serta tidak tunduk mengalah kepada sikap lemah, yang ia adalah
sikap malas yang membahayakan, dan antara sikap pasrah kepada Allah dalam
hal-hal yang telah lampau dan telah terjadi seiring meniti dengan mata hati
terhadap qadha’ dan taqdir Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam membagi segala kejadian dua bagian :
Bagian pertama : Adalah hal
yang dimungkinkan seorang hamba berupaya meraihnya atau meraih yang mungkin
darinya, atau hal dimungkinkan ia menangkisnya atau meringankannya. Disini
seorang hamba harus memunculkan daya upaya seiring memohon pertolongan kepada
Allah, sesembahannya. Sedangkan.
Bagian kedua : Adalah hal yang tidak
dimungkinkan ia melakukan itu semua. Di sini seorang hamba harus tenang, ridha
dan pasrah.
Tidak diragukan, bahwa berpedoman kepada prinsip ini dengan
baik adalah merupakan sarana menuju kesenangan hati dan hilangnya kegelisahan
maupun kegundahan.
[5] MEMPERBANYAK DZIKIR KEPADA ALLAH
Diantara sarana yang paling besar
untuk kelapangan hati ialah memperbanyak berdzikir kepada Allah. Berdzikir ini
memiliki pengaruh yang mengagumkan bagi kelapangan dan ketentraman hati dan
hilangnya kegelisahan dan kegundahan. Allah berfirman.
“Artinya :
Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah, hati menjadi tenteram’ [Ar-Ra’d :
28]
Maka, berdizikir kepada Allah memiliki pengaruh yang agung untuk
mewujudkan maksud ini, oleh sebab keistimewaan dzikir itu sendiri dan oleh sebab
dianugrahkannya balasan dan pahala bagi seorang hamba lantaran dzikirnya
itu.
[6] MENSYUKURI BERBAGAI NI’MAT ALLAH
Begitu juga,
menyebut-nyebut aneka ni’mat Allah yang zhahir maupun yang bathin adalah
diantara sarana menuju kelapangan dan ketentraman hati. Karena, mengetahui dan
menyebut-nyebut ni’mat itu menjadi salah satu sebab yang dengan itu Allah
menangkis kegelisahan dan kegundahan.
Seorang hamba dianjurkan untuk
bersyukur. Syukur itu adalah tingkatan yang paling tingggi dan paling luhur.
Sampai-sampai sekalipun hamba itu dalam keadaan mengalami derita kefakiran atau
sakit ataupun cobaan lainnya, karena, jika ni’mat-ni’mat Allah yang telah
dikaruniakan kepadanya –yang hal itu tidak dapat dihitung- ia bandingkan dengan
cobaan yang menimpanya, maka cobaan itu bukanlah apa-apa dibanding ni’mat-ni’mat
lain.
Bahkan jika Allah menguji seorang hamba dengan satu cobaan atau
musibah, lalu ia menunaikan kewajiban bersabar, ridha dan pasrah dalam
mengarungi cobaan itu, niscaya entenglah tekanan cobaan itu dan ringanlah
bebannya. Disamping itu, perenungan seorang hamba pada balasan dan pahala Ilahi
dibalik cobaan itu dan keberhambaannya kepada Allah dengan melaksanakan
kewajiban bersabar dan ridha, semua itu akan dapat mengubah hal yang pahit
menjadi manis. Dengan itu, manisnya pahala di balik cobaan itu justeru akan
membuatnya melupakan pahitnya bersabar karenanya.
[7] PANDANGLAH KEBAWAH,
ANDA AKAN MELIHAT BESARNYA NI’MAT ALLAH.
Di antara sarana yang paling
bermanfaat dalam hal ini adalah menerapkan yang dibimbingkan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Di dalam hadits shahih, beliau bersabda.
“Artinya :
Pandanglah orang yang lebih bawah darimu (dalam hal materi), dan jangan kamu
pandang orang yang lebih atas darimu. Hal itu lebih cocok bagimu, agar kamu
tidak merendahkan ni’mat Allah yang dikaruniakanNya kepadamu”.
Seorang
hamba jika memusatkan perhatiannya pada ajaran nabawi yang agung ini, maka ia
akan melihat dirinya mengungguli orang banyak dalam hal kesejahteraan dan rezki
serta rentetan kenikmatan lain berkat kedua karunia itu, meski ia dalam kondisi
apapun. Dengan itu sirnalah keguncangan, kegundahan dan keruwetannya, dan
bertambahlan kegembiraan dan kesukaannya terhadap ni’mat-ni’mat Allah, yang ia
dalam hal ini mengungguli orang-orang yang lain dibawahnya.
Setiap kali
seorang hamba merenungi ni’mat-ni’mat Allah yang zhahir maupun yang batin, baik
itu dari sisi kehidupan religi maupun duniawinya, ia akan melihat Allah Tuhannya
telah mengarunianinya karunia yang banyak dan telah menangkis untuknya berbagai
keburukan. Tidak diragukan, bahwa hal itu dapat menangkis kegundahan dan
keruwetan, disamping membuahkan kegembiraan dan kesukacitaan.
[8] MELUPAKAN COBAAN YANG TELAH LAMPAU
Diantara sarana penyebab lahirnya
kegembiraan dan sirnanya berbagai kegundahan dan keruwetan adalah berupaya keras
menyingkirkan penyebab kegundahan itu dan meraih berbagai sarana yang dapat
membuahkan kegembiraan. Yaitu dengan melupakan cobaan-cobaan yang telah lampau
yang tidak mungkin diputar ulang, dan menyadari bahwa kekalutan hati dan
memikirkan hal itu adalah suatu tindakan sia-sia dan tidak dibenarkan oleh akal
yang sehat, dan bahwasanya memikirkan hal yang semacam itu adalah suatu
kebohongan dan kegilaan.
Jadi ia harus menekankan agar tidak memikirkan
cobaan masa lalu itu. Juga agar ia menekankan hatinya agar tidak gelisah atau
guncang menghadapi masa yang akan datang, yang dibayangkan akan menghadapi
kemiskinan atau kekhawatiran atau bayang-bayang masa depan buruk yang lain.
Hendaknya ia mengetahui, bahwa segala peristiwa dimasa mendatang, baik itu
keberuntungan atau keburukan, harapan baik atau derita, adalah tidak dapat
diketahui, dan bahwasanya itu semua di tangan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Sedang ditangan hamba tiada lain adalah usaha meraih keberuntungan
dan menangkis keburukan di masa mendatang itu. Disamping itu hendaknya seorang
hamba mengetahui, jika ia memalingkan pikirannya dari bayang-bayang kegelisahan
masa depan dan bertawaqal kepada Allah untuk membenahinya serta percaya penuh
kepadaNya saat melakukan itu semua, niscaya hatinya akan tenteram, kondisinya
akan membaik dan akan sirnalah kegundahan maupun keguncangannya itu.
[9]
MEMOHON PEMBENAHAN ILAHI DALAM SEGALA URUSAN
Hal yang paling bermanfaat
dalam meniti peristiwa di masa mendatang adalah mengamalkan do’a yang diamalkan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Ya Allah, Perbaikilah
kehidupan religiku, yang ia adalah benteng bagi segala urusanku. Perbaikai
urusan duniawiku yang padanya kehidupanku. Perbaikilah akhiratku, yang kepadanya
tempatku kembali. Jadikanlah hidup ini sebagai lahan uapayaku menambah segala
kebajikan, dan jadikanlah mati sebagai titik henti bagiku dari segala keburukan”
[Muslim, Shahih Muslim, Kitab Adz-Dzikr Wad-Du’a wat-Taubah wal Istighfar, bab
At-Ta’awwudz min Syarri Ma’ Amila wa Min Syarri Malam Ya’mal]
Juga do’a
beliau.
“Artinya : Ya Allah, hanya RahmatMu jualah yang kuharap.
Karenanya titipkan diriku pada diriku walaupun sekejap mata, perbaikilah
keadaanku seluruhnya Tiada Tuhan Yang Haq disembah kecuali Engkau” [Hadits
Riwayat Abu Dawud dengan sanad Shahih] [1]
Jika bibir seorang hamba
mengucapkan do’a ini –yang mengandung kebaikan masa depan bagi nilai religinya
maupun urusan duniawinya- dengan hati yang memusat dan niat yang benar, seiring
berupaya merealisasikan hal itu dengan berbuat, niscaya Allah akan mewujudkan
apa yang ia panjatkan dalam do’anya dan yang ia harapkan serta yang ia upayakan
itu menjadi realita, dan kegelisahannya pun akan berubah menjadi kegembiraan dan
kesukacitaan.
[10] MEMANDANG RINGAN SEGALA COBAAN
Diantara sarana
yang paling bermanfaat untuk sirnanya keguncangan dan kegundahan manakala
seorang hamba tertimpa aneka bencana adalah hendaknya ia berupaya memandang dan
menjadikannya ringan. Yaitu, dengan mengandaikan atau membayangkan kemungkinan
yang lebih buruk dari yang telah terjadi, dan ia kuatkan hatinya dalam
menghadapinya. Jika ia lakukan itu, hendaknya ia berupaya, sejauh kemungkinanm
untuk meringankan apa yang mungkin diringankan . Maka, dengan penguatan hati dan
upaya yang bermanfaat semacam ini akan hilanglah kegelisahan dan kegundahannya,
dan berganti menjadi upaya keras untuk meraih berbagai hal yang bermanfaat dan
menangkis berbagai madharat yang menimpa hamba.
Lalu, jika ia terhampiri
beberapa penyebab ketakutan, penyebab sakit, penyebab kemiskinan dan
ketaktercapainya aneka hal yang disenanginya, hendaklah menghadapinya dengan
tenang dan menguatkan hati dalam menanggung derita cobaan akan meringankannya
dan menghilangkan tekanannya. Terutama jika ia menyibukkan dirinya untuk
menangkis cobaan itu sebatas kemampuannya. Dengan itu, menyatulah dalam dirinya
tekad mengukuhkan batin seiring berupaya yang bermanfaat, yang hal itu akan
membuatnya tidak kalut oleh berbagai musibah. Ia tekan dirinya agar
memperbaharui kekuatannya untuk melawan berbagai cobaan dan bencana, seiring
bersandar dan percaya penuh kepada Allah. Tidak diragukan, bahwa upaya-upaya ini
memiliki manfaat yang sangat agung untuk terwujudnya suatu kegembiraan dan
kelapangan dada, di samping ia pun terus berharap pahala, baik didunia maupun di
akhirat. Hal ini sudah dicoba dan disaksikan keberhasilannya. Bukti-bukti
keberhasilannya bagi mereka yang telah mecobanya banyak sekali.
[11]
JANGAN MUDAH TERGUNCANG OLEH BAYANGAN BURUK
Di antara terapi yang paling
hebat untuk penyakit syaraf hati, bahkan juga penyakit tubuh, adalah ketahanan
dan kekuatan hati serta tidak mudah terguncang atau larut oleh bayang-bayang
atau khayalan-khayalan buruk yang dipengaruhi oleh pikiran buruk. Karena, bila
mana manusia takluk kepada khayalan-khayalan buruk dan hatinya mudah larut oleh
pengaruh-pengaruh emosional yang berupa : rasa takut akan teridapnya penyakit
atau semacamnya, mudah marah ataupun terganggunya pikiran oleh hal-hal yang
memedihkan perasaaannya, dan membayangkan akan terjadinya bencana ataupun akan
hilangnya segala yang disenanginya, kegundahan, penyakit dalam maupun luar dan
rusaknya syaraf, yang hal itu mempunyai berbagai efek buruk, yang semua orang
menyaksikan sendiri bahayanya yang banyak.
[12] PERCAYA PENUH KEPADA ALLAH, TIDAK TAKLUK KEPADA BAYANGAN BURUK
Jika
hati seseorang bersandar dan bertawaqal kepada Allah, tidak takluk kepada
bayang-bayang buruk dan tidak pula dikuasai oleh khayalan-khayalan buruk, sedang
ia percaya penuh kepada Allah dan mendambakan karuniaNya, maka dengan itu segala
kegelisahan dan kegundahan akan tertangkis, sejumlah penyakit luar maupun dalam
dalam akan hilang darinya, dan akan tercipta di hatinya kekuatan, kelapangan dan
kegembiraan yang tak mungkin terungkapkan olah kata.
Berapa banyak rumah
sakit dipenuhi oleh penderita akibat bayang-bayang dan khayalan-khayalan rusak.
Berapa banyak hal ini meninggalkan efek buruk di hati kebanyakan orang yang
kuat, lebih-lebih yang lemah. Berapa banyak ia mengakibatkan kedunguan dan sakit
jiwa.
Orang yang sejahtera lahir dan batin adalah orang yang dapat
disejahterakan dan dikarunia taufiq oleh Allah untuk dapat menekan jiwanya dalam
rangka meraih sarana-sarana yang bermanfaat lagi mampu mengukuhkan hatinya dan
mengusir keguncangan.
Allah berfirman.
“Artinya : Barangsiapa yang
bertawaqal kepada Allah, niscaya Allah yang mencukupinya” [Ath-Thalaq :
3]
Yakni mencukupi segala yang dibutuhkannya baik dalam kehidupan
religinya ataupun urusan duniawinya.
Maka orang yang bertawaqal kepada
Allah, ia berhati kuat, tidak terpengaruh oleh bayang-bayang buruk dan tidak
pula terguncang oleh peristiwa-peristiwa pahit. Karena, ia mengetahui bahwa yang
demikian itu adalah tanda kelemahan jiwa dan kekalahan serta ketakutan yang
tidak ada wujudnya yang nyata. Ia mengetahui, di samping itu, bahwa Allah telah
menjamin orang yang bertawaqal kepadaNya untuk dicukupiNya dengan sempurna.
Maka, iapun percaya penuh kepada Allah, tenteram dan yakin dengan janjiNya.
Dengan itu, sirnalah kegelisahan dan keguncangannya. Kesulitan yang dihadapinya
berganti menjadi kemudahan, kesedihan berganti menjadi kegembiraan, dan rasa
takut serta kekhawatirannya berganti menjadi rasa aman dan tenteram. Kita
memohon kepada Allah, semoga Dia mengaruniai kita kesejahteraan, kekuatan dan
keteguhan hati, dengan lantaran tawaqal sepenuhnya kepadaNya, yang dengan itu
Allah menjamin bagi orang-orang yang bertawaqal segala kebaikan dan menangkis
segala cobaan maupun marabahaya.
[13] BERSIKAP ADIL DAN BIJAKSANA DALAM
BERGAUL
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.
“Artinya : Janganlah seorang mu’min lelaki membenci seorang
wanita mu’minah. Karena, kalaupun ia tidak menyenangi suatu karakter yang ada
padanya, tentu ia menyenangi karakter lain yang ada padanya” [Hadits Riwayat
Muslim, Muslim bin Al-Hajjaj An-Naisaburi, Shahih Muslim, Kitab Ar-Radha bab
Al-Washiyyah bin Nisa’]
Hadits ini mengandung dua hikmah yang
agung.
Pertama.
Arahan untuk bergaul dengan isteri, kerabat dekat,
teman, orang yang bekerja sama dengan anda, dan semua yang ada keterkaitan dan
hubungan antara anda dan dia. Yaitu, seyogianya anda tata batin anda dalam
bergaul dengannya, bahwa pasti ia mempunyai cela atau kekurangan atau hal lain
yang tidak anda sukai. Jika anda dapati hal yang demikian, bandingkanlah itu
dengan kuatnya pertalian dan kesinambungan cinta antara anda dan dia yang wajib
atau seyogianya anda bina, dengan mengingat sisi-sisi kebaikan, maksud-maksud
baik yang bersifat umum atau khusus yang ada pada dirinya. Dengan menutup mata
dari sisi-sisi keburukkan dan memandang sisi kebaikan, persahabatan dan tali
hubungan akan langgeng dan ketenteraman batin akan terwujud bagi
anda.
Kedua.
Yaitu hilangnya kegelisahan maupun
keguncangan,langgengnya ketulusan cinta, keberlanjutan menunaikan tuntunan
bergaul yang bersifat wajib maupun sunnah, dan terwujudnya ketentraman batin
antara kedua belah pihak.
Baransiapa yang tidak mengambil pelajaran dari
hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, tetapi bahkan ia melakukan
sebaliknya, yaitu dengan memperhatikan sisi-sisi keburukan dan membutakan mata
dari melihat sisi-sisi kebaikan, maka pasti ia akan guncang dan gelisah, dan
pasti tidaklah mulus cinta yang ada antara dia dan orang yang sudah terjalin
hubungan dengannya. Disamping itu, sejumlah hak maupun kewajiban yang harus
dipelihara oleh masing-masing dari keduanyapun akan putus.
Banyak tokoh
atau pahlawan yang mampu menguatkan hatinya untuk sabar dan tenang saat
terjadinya bencana atau malapetaka besar. Namun, di saat menghadapi
perkara-perkara remeh dan sederhana, maka justeru guncang, dan kepolosan hatinya
tidak jernih lagi. Sebabnya adalah karena mereka dapat menguatkan hati dalam
menghadapi perkara-perkara besar,namun saat menghadapi perkara-perkara kecil,
justeru mereka biarkan diri mereka tanpa kontrol, sehingga membahayakan mereka
dan berefek buruk pada ketenangan mereka.
Orang yang berkepribadian kokoh
mampu menguatkan hatinya untuk menghadapi perkara kecil maupun besar. Ia memohon
pertolongan Allah untuk menghadapinya dan memohon agar Allah tidak menitipkan
dirinya kepada dirinya walau sekejap mata. Maka, di saat itulah perkara kecil
menjadi mudah baginya, sebagaimana perkara besar pun menjadi mudah. Dan, ia
tetap berjiwa tenteram dan berhati tenang dan nyaman.
[14] MASA BAHAGIA
YANG PENDEK ITU, JANGANLAH ENGKAU PENDEKKAN LAGI DENGAN KEGUNDAHAN KELARUTAN
DALAM KEKERUHAN PIKIRAN.
Orang yang bijak mengetahui bahwa hidupnya yang
sehat dan benar adalah hidup yang penuh dengan kebahagiaan dan ketentraman, dan
bahwasanya itu pendek sekali. Maka, tidaklah sepatutnya ia memendekkannya lagi
dengan kegundahan dan kelarutan bersama kekeruhan pikiran. Karena, hal itu
bertentangan dengan hidup sehat dan benar. Maka orang yang bijak sangat
menghemat hidupnya, jangan sampai hari-harinya hilang begitu saja dirampas
kegundahan dan kekeruhan pikiran.
Dalam hal ini tidak ada bedanya antara
orang-orang yang taat dan orang yang jahat. Hanya saja, dalam mewujudkan
kehidupan sehat bahagia ini, orang mu’min memiliki nilai lebih dan perolehan
lebih di sisi manfaat duniawi maupun ukhrawi.
[15] YAKINLAH, BAHWA COBAAN
ITU KECIL DIBANDING BESARNYA KARUNIA.
Demikian halnya, jika ia tertimpa
atau khawatir tertimpa cobaan atau hal yang tidak diinginkannya, seyogianya ia
membandingkan ni’mat-ni’mat yang masih melekat padanya, baik di sisi kehidupan
religi atau duniawi, dengan cobaan-cobaan yang menimpanya itu. Maka, saat
membandingkan antara keduanya itu, akan nyata betapa banyaknya ni’mat yang
dirasakannya dan betapa kecilnya cobaan yang menimpanya.
Begitu juga,
seyogianya ia membandingkan bahaya yang dikhawatiri akan terjadinya itu dengan
banyaknya peluang kemungkinan terhindar darinya. Maka, janganlah ia membiarkan
kemungkinan yang lemah tadi mengalahkan banyaknya kemungkinan yang kuat itu.
Dengan ini, akan sirnalah kegundahan dan kekhawatirannya. Hendaknya ia pun
memperhitungkan kemungkinan terbesar yang dimungkinkan menimpanya. Lalu, ia
kuatkan hatinya untuk menghadapinya kalaupun terjadi, dan berupaya untuk
mencegah yang belum terjadi dan menangkis atau meringankan cobaan yang
terjadi.
[16] JANGAN TERPANCING EMOSI OLEH TUTUR KATA BURUK SESEORANG YANG DIARAHKAN
KEPADA ANDA
Diantara perkara yang bermanfaat adalah hendaknya anda
mengerti, bahwa tindakan menyakiti yang dilakukan orang kepada anda, khususnya
dengan kata-kata yang buruk, tidaklah membahayakan anda, bahkan justeru
membahayakan diri mereka sendiri. Kecuali, jika anda sibukkan diri anda untuk
terus memikirkan tindakan mereka yang menyakiti itu dan anda izinkan ia untuk
menguasai perasaan dan emosi anda. Maka, saat itulah akan membahayakan anda,
sebagaimana membahayakan mereka juga. Namun, jika anda anggap angin lalu,
tidaklah hal itu membahayakan anda sedikitpun.
[17] ARAHKAN PIKIRAN
KE SESUATU YANG BERMANFAAT DI SISI KEHIDUPAN RELIGI MAUPUN
DUNIAWI.
Ketahuilah, bahwa hidup anda itu mengikuti alur pikiran anda.
Jika pikiran-pikiran anda itu mengarah kepada hal-hal yang bermanfaat bagi anda
di sisi kehidupan religi maupun duniawi, maka kehidupan anda adalah kehidupan
yang indah lagi bahagia. Namun, jika tidak demikian, maka yang terjadi adalah
sebaliknya.
[18] MENATA HATI UNTUK MENGHARAP PAHALA ILAHI DALAM
BERBUAT KEBAJIKAN.
Diantara sarana yang paling bermanfaat untuk mengusir
kegundahan adalah hendaknya anda menata hati untuk tidak meminta ucapan terima
kasih atau imbalan kecuali dari Allah. Jika anda berbuat baik untuk orang yang
mempunyai atau yang tidak mempunyai hak atas diri anda, sadarilah bahwa itu
adalah hubungan ‘ubudiyyah anda dengan Allah. Karenanya, janganlah anda menaruh
perhatian anda pada balasan terima kasih orang yang anda beri suatu jasa atau
pemberian itu. Sebagaimana firman Allah dalam menceritakan sikap para hambaNya
yang pilihan.
“Artinya : Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu
hanyalah karena mengharap wajah Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu
dan tidak pula (ucapan) terima kasih” [Al-Insan : 9]
Prinsip ini lebih
ditekankan dalam hubungan anda dengan keluarga, anak-anak dan orang-orang yang
jalinan ikatan anda dengan mereka kuat. Maka, jika anda kuatkan hati anda untuk
membuang jauh dari hati anda tindak buruk dari mereka, berarti anda telah
membuat orang tenteram (tidak terganggu anda) dan sekaligus anda pun
tenteram.
[19] MERAIH DAN MELAKUKAN AL-FADHA’IL (TINDAK-TINDAK
UTAMA)
Di antara sarana yang dapat membawa ketentraman adalah meraih dan
melakukan al-fadha’il (tindak-tindak utama berupa apapun). Lakukan itu seirama
dorongan batin, tanpa mengada-ada yang justeru membuat anda mengeluh dan turun
tangga, gagal meraih keutamaan itu, karena anda telah melalui jalan yang
berbelok.
Ini adalah suatu hikmah perjalanan.
[20] CIPTAKAN
SUASANA JERNIH DAN MANIS DI BALIK KEKERUHAN
Di balik suasana-suasana
kekeruhan, hendaknya anda dapat menciptakan suasana yang jernih dan manis.
Dengan demikian, jernihnya kelezatan dan kenikmatan hidup ini akan bertambah dan
suasana-suasana yang keruhpun akan sirna.
[21] JADIKANLAH KETENANGAN
BATIN DAN PEMUSATAN JIWA SEBAGAI PEMBANTU ANDA MENANGANI PEKERJAAN
PENTING.
Pusatkan perhatian anda kepada hal-hal yang bermanfaat,
berbuatlah untuk merealisasikannya, dan janganlah menoleh ke hal-hal yang
membahayakan atau merugikan, agar dengan itu anda dapat melupakan hal-hal yang
menyebabkan kegundahan dan kesedihan. Jadikanlah ketenangan batin dan pemusatan
jiwa sebagai pembantu anda untuk menangani pekerjaan-pekerjaan
penting.
[22] SELESAIKAN PEKERJAAN TEPAT WAKTU
Di antara hal
yang bermanfaat ialah menyelesaikan pekerjaan yang sedang ditangani dan
berkosentrasi menghadapi yang akan ditangani. Karena, jika pekerjaan itu tidak
anda selesaikan, akan tertumpuklah di depan anda sisa pekerjaan yang lalu
ditambah pekerjaan berikutnya, dan beban pun akan menjadi berat. Maka, jika anda
tentukan segala sesuatu tepat waktu, niscaya anda dapat menghadapi hal-hal yang
akan datang dengan pikiran yang optimal dan penanganan yang optimal
pula.
[23] PANDAI-PANDAILAH MEMILIH DAN MEMILAH
PEKERJAAN
Seyogiayanya anda memilih yang terpenting dari sekian pekerjaan
yang bermanfaat, lalu yang berikutnya dan berikutnya, sesuai urutan nilai
kepentingannya. Juga, hendaklah anda memilah mana yang dicenderungi dan sangat
diminati oleh hati anda. Karena, hal sebaliknya akan membuahkan kebosanan,
menurunnya semangat dan keruhnya pikiran. Jadikanlah pemikiran yang benar dan
bermusyawarah sebagai penolong anda untuk itu. Maka, tidak akan menyesal
seseorang yang meminta pendapat orang bijak.
Pelajarilah dengan cermat
apa yang hendak anda lakukan. Jika anda telah yakin akan kemaslahatan dan
bertekad kuat untuk melakukannya, bertawaqallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawaqal.
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil
Hayatis Sa’idah, edisi Indonesia 23 Kiat Hidup Bahagia hal 22-26, Penerjemah
Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar
Saudi Arabai Jakarta]
[Disalin dari buku Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis
Sa’idah, edisi Indonesia 23 Kiat Hidup Bahagia hal 11-22, Penerjemah Rahmat
Al-Arifin Muhammad bin Ma’ruf, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi
Arabai Jakarta]
_________